Penulis: Heru Budhiarto
Di balik kenyamanannya, laptopmenyimpan masalah lawas bagi pengguna, yaitu baterai. Akhirnya, banyak yang menggunakan laptopsambil mengisi ulang baterai melalui listrik agar tetap bisa beraktivitas.
Akan tetapi, tidak sedikit pula yang memilih untuk mencopotnya dan langsung menghubungkan laptop ke sumber listrik. Menurut Teknisi Komputer dari Great Power Computer, Casei Bakrie, kedua cara tersebut sebenarnya memiliki risiko terhadap kinerja perangkat elektronik itu. Apabila memutuskan tetap memasang baterai, dalam jangka panjang baterai laptop bisa kembung dan kinerjanya mulai menurun.
"Kalau daya baterai sudah penuh seratus persen tapi masih terus di-charge, nantinya baterai akan mudah panas dan cepat drop," ujar Casei saat diwawancarai Plasadana.com untukYahoo Indonesia.
Sedangkan jika mencabut baterai ketika mengoperasikan laptop, risikonya justru jauh lebih besar. Sebab, listrik akan langsung menuju hardware tanpa adanya penyesuaian tenaga, sehingga komponen laptop menerima tegangan yang berlebihan.
"Apalagi kalau tiba-tiba ada pemadaman listrik. Efeknya bisa merusak mother board, hard disk, IC Power, dan beberapa komponen lain," papar dia.
Untuk meminimalisir risiko, dia menyarankan, sebaiknya baterai tetap terpasang ketika laptop dioperasikan. Namun, saat indikator power sudah menunjukan angka 99 persen sebaiknya segera cabut adaptor laptop.
Sebaliknya, apabila indikator sudah mendekati 20-10 persen, segera pasang kembali adaptornya. Sebab, kalaulaptop dibiarkan mati total karena kehabisan tenaga, juga berbahaya bagi kondisi baterai.
"Biasanya akan muncul peringatan kalau tenaga baterai sudah berada di bawah 10 persen. Tapi kalau mau lebih aman, bisa pasang alarm untuk mengingatkan. Software untuk peringatan kondisi baterai banyak kok di internet," terang dia.
Namun demikian, sambung Casei, ada beberapa vendor yang sudah mengantisipasi masalah tersebut. Misal, untuk beberapa produk Lenovo biasanya sudah diatur supaya tidak bisa mengisi daya sampai 100 persen dan hanya berhenti di 99 persen.
Sedangkan untuk produk buatan Asus dan Acer, umumnya menggunakan teknologi auto switch power. Dengan begitu, arus listrik akan otomatis terputus jika tenaga yang masuk sudah mencapai batas maksimal.
"Buat laptop keluaran tahun 2013 ke atas biasanya sudah menggunakan teknologi ini, termasuk laptop yang yang memakai baterai jenis polymer,” ungkap dia.
Lebih lanjut Casei menerangkan, untuk mengetahui apakah baterai sudah mengalami kerusakan dan penurunan kinerja, dapat dilihat dari indikator power yang terletak di pojok kanan bawah layar laptop. Jika terdapat tanda silang merah ketika laptop sedang di-charge meski baterai masih terpasang, maka itu adalah gejala kerusakan baterai.
"Kalau ada tanda silang tapi baterai masih kuat bekerja selama 3-4 jam tanpa perlu diisi ulang, maka baterai masih bisa diperbaiki. Tapi, bila baterai hanya bertahan 30-40 menit tanpa tenaga tambahan, artinya kinerja baterai sudah menurun dan perlu diganti," ujarnya.
Di balik kenyamanannya, laptopmenyimpan masalah lawas bagi pengguna, yaitu baterai. Akhirnya, banyak yang menggunakan laptopsambil mengisi ulang baterai melalui listrik agar tetap bisa beraktivitas.
Akan tetapi, tidak sedikit pula yang memilih untuk mencopotnya dan langsung menghubungkan laptop ke sumber listrik. Menurut Teknisi Komputer dari Great Power Computer, Casei Bakrie, kedua cara tersebut sebenarnya memiliki risiko terhadap kinerja perangkat elektronik itu. Apabila memutuskan tetap memasang baterai, dalam jangka panjang baterai laptop bisa kembung dan kinerjanya mulai menurun.
"Kalau daya baterai sudah penuh seratus persen tapi masih terus di-charge, nantinya baterai akan mudah panas dan cepat drop," ujar Casei saat diwawancarai Plasadana.com untukYahoo Indonesia.
Sedangkan jika mencabut baterai ketika mengoperasikan laptop, risikonya justru jauh lebih besar. Sebab, listrik akan langsung menuju hardware tanpa adanya penyesuaian tenaga, sehingga komponen laptop menerima tegangan yang berlebihan.
"Apalagi kalau tiba-tiba ada pemadaman listrik. Efeknya bisa merusak mother board, hard disk, IC Power, dan beberapa komponen lain," papar dia.
Untuk meminimalisir risiko, dia menyarankan, sebaiknya baterai tetap terpasang ketika laptop dioperasikan. Namun, saat indikator power sudah menunjukan angka 99 persen sebaiknya segera cabut adaptor laptop.
Sebaliknya, apabila indikator sudah mendekati 20-10 persen, segera pasang kembali adaptornya. Sebab, kalaulaptop dibiarkan mati total karena kehabisan tenaga, juga berbahaya bagi kondisi baterai.
"Biasanya akan muncul peringatan kalau tenaga baterai sudah berada di bawah 10 persen. Tapi kalau mau lebih aman, bisa pasang alarm untuk mengingatkan. Software untuk peringatan kondisi baterai banyak kok di internet," terang dia.
Namun demikian, sambung Casei, ada beberapa vendor yang sudah mengantisipasi masalah tersebut. Misal, untuk beberapa produk Lenovo biasanya sudah diatur supaya tidak bisa mengisi daya sampai 100 persen dan hanya berhenti di 99 persen.
Sedangkan untuk produk buatan Asus dan Acer, umumnya menggunakan teknologi auto switch power. Dengan begitu, arus listrik akan otomatis terputus jika tenaga yang masuk sudah mencapai batas maksimal.
"Buat laptop keluaran tahun 2013 ke atas biasanya sudah menggunakan teknologi ini, termasuk laptop yang yang memakai baterai jenis polymer,” ungkap dia.
Lebih lanjut Casei menerangkan, untuk mengetahui apakah baterai sudah mengalami kerusakan dan penurunan kinerja, dapat dilihat dari indikator power yang terletak di pojok kanan bawah layar laptop. Jika terdapat tanda silang merah ketika laptop sedang di-charge meski baterai masih terpasang, maka itu adalah gejala kerusakan baterai.
"Kalau ada tanda silang tapi baterai masih kuat bekerja selama 3-4 jam tanpa perlu diisi ulang, maka baterai masih bisa diperbaiki. Tapi, bila baterai hanya bertahan 30-40 menit tanpa tenaga tambahan, artinya kinerja baterai sudah menurun dan perlu diganti," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar